Siti Asiyah, duduk di bawah pohon waru di tepi Pantai Wai Rii, Desa Waturia, Kecamatan Magepanda, Kabupaten Sikka, Minggu (11/10/2015) sore. Saat itu Siti Asiyah yang seorang muslimah yang berhijab bersama putranya Pater Robertus Belarminus Asiyanto, SVD, Sardan saudaranya yang datang dari Mojokerto, Jawa Timur setelah 30 tahun berpisah dan kerabat, Wiwik putri sulungnya (kakak kandung Pater Yanto) dan Aryanti Gabriela putri bungsu (adik kandung Pater Yanto).
Hari Minggu kemarin Siti Asiyah, menghabiskan waktu bersama dengan orang-orang tercinta, meski tanpa kehadiran sosok Radi, suami dan ayah dari Pater Yanto -- panggilan Pater Robertus Belarminus Asiyanto, SVD-- yang lama pergi meninggalkan mereka.
Siti Asiyah tersenyum saat mengetahui kehadiran Pos Kupang. "Mau bilang apa, itu panggilannya. Tanya dia (Pater Yanto), waktu dia tunda (tahbis jadi pastor) tahun lalu, saya sempat stres dan menangis," tutur Siti Asiyah, memberi alasan mengapa dia mendorong putranya menjadi imam dalam gereja Katolik.
"Sakit rasanya dengar omongan dari luar. Waktu itu, suster bilang ke saya, mama, Yanto (Frater) tidak jadi tahbis, mungkin mau cari istri," cerita Mama Asiyah, penuh semangat.
Siti Asiyah kecewa pada putranya (Pater Yanto) karena pilihan untuk hidup membiara bukan atas permintaan siapa-siapa, bukan atas dorongan Siti Asiyah.
"Saya bilang ke dia (Pater Yanto) bukan mama yang minta kamu naik panggung. Dia diam. Kemudian dia menjawab mama, 'mama kalau pun saya ambil istri, saya tidak bisa menikah," demikian Siti Asiyah, menceritakan pergulatan batin saat Pater Yanto, memilih istirahat sebelum ditahbiskan, Sabtu (10/10/2015).
"Aduh mau cerita juga tidak enak. Apa tidak stres," kata Siti Asiyah lagi.
Pater Yanto yang berada tidak jauh dari Siti Asiyah, hanya tersenyum. Demikian juga saudaranya yang jauh datang dari Mojokerto untuk menyaksikan keponakannya ditahbiskan menjadi imam Katolik.
Sumber :
KOTAK KOMENTAR
|
No comments:
Post a Comment