Tuesday, 30 June 2015

Pelangi Facebook dan Perkawinan Homoseksual




komentar | baca - tulis komentar

Pelangi Facebook dan Perkawinan Homoseksual

APAKAH perkara yang tidak diributkan di Indonesia di hari-hari belakangan ini? Barangkali nyaris tak ada. Di dunia nyata maupun dunia maya, keributan berlangsung dengan sungguh ngotot dan emosional. Mulai dari perkara yang berbobot berat yang menyangkut agama, ideologi budaya, politik, dan partai-partai, sampai remeh-temeh semacam celoteh Farhat Abbas dan tingkah polah Saipul Jamil.
Keributan paling anyar menyangkut perkembangan silang-sengkarut PSSI, menteri entah siapa yang menjelek-jelekkan Jokowi, legalitas perkawinan kaum homoseksual di AmerikaSerikat, dan ambruknya perekonomian Yunani.
Saya tidak tertarik pada dua perkara pertama. Kisruh PSSI makin ke sini kian menunjukkan betapa sontoloyonya orang-orang yang memburu dan mempertahankan kursi kekuasaan di tubuh organisasi sepakbola nasional ini.
Jokowi dijelek-jelekkan? Apalagi ini. Siapa yang tidak pernah menjelek-jelekkan Jokowi di negeri ini? Semua orang bebas menjelek-jelekkan presiden. Bebas dan dengan terang-benderang melontar ejekan, makian, dan hujatan, dan itu terjadi dalam kurun waktu 24 jam penuh, dan karenanya, perkembangan termutakhir ini sama sekali tak menarik. Sudah terlalu biasa.
Perkara ketiga pun sesungguhnya tak penting-penting amat. Jauh jika dibandingkan perkara keempat. Ambruknya perekonomian Yunani membuat Eropa terguncang. Euro anjlok dan AmerikaSerikat memasang kuda-kuda untuk membentengi diri dengan menaikkan suku bunga. Imbasnya jelas. Di Indonesia, dolar akan semakin merajalela menginjak-injak rupiah. Apabila pemerintah tak punya jurus-jurus tangkal, krisis 1998 bakal terulang.
Namun saya tidak ingin berpanjang-panjang membahas perkara ini. Sebab seperti yang sudah sering terjadi, hanya akan menghadirkan celoteh-coloteh liar tanpa solusi, yang ujung-ujungnya sampai pada caci maki terhadap Jokowi.
Maka saya memilih bicara soal homoseksual saja. Sebagai perilaku dan kecenderungan, homoseksual telah berlangsung sejak lama sekali. Kitab suci Islam dan Kristen dan Yahudi memapar bahwa homoseksual memuncak di masa Nabi Luth di Kota Sodom dan Gomora, lalu Tuhan menurunkan azab dan tamatlah riwayat para pecinta sesama jenis itu menjadi onggokan patung-patung garam.
Tapi kita juga tahu betapa kemudian homoseksual ternyata tidak mati. Homoseksual hidup lagi dan langgeng sampai sekarang.
Makin banyak jumlahnya dan makin terbuka mengemukakan eksistensi diri karena dukungan dari penyuara-penyuara hak kesetaraan dan kemanusiaan, bahkan penyelenggara negara dan lembaga-lembaga kenegaraan. Sejumlah negara di dunia, saat ini, telah secara resmi mengakui pernikahan homoseksual.
Saya, terus terang, tidak pernah mendukung pernikahan homoseksual. Agama saya melarang hal itu. Di lain sisi, saya tidak pernah teriak-teriak menyebut kaum ini sebagai kaum yang kotor dan karenanya layak dilenyapkan dari muka bumi. Tuhan memang telah menunjukkan bahwa homoseksual bukan perilaku yang dibenarkan dan oleh sebab itu pernah dilaknat, namun melaknat, tentu saja, adalah privelese Tuhan, manusia tidak pantas melakukannya.
Lantas kenapa saya memilih membahasnya jika bahasan ini semenjak awal sengaja dihindarkan untuk tak menyorot moralitas dan dosa? Memang tidak, sebab perihal kehomoseksualitasan ini mengusik benak justru ketika saya, kemarin malam, membukaFacebook.
Ada tools baru yang disediakan. Tools yang memungkinkan pemilik akun untuk mengubah foto profil mereka menjadi warna-warni. Lebih tepatnya pelangi.
Dari sini keriuhan menyeruak. Pemilik akun yang mengubah foto profilnya ramai-ramai di-bully. Dihujat dan dimaki sebagai pendukung kebijakan perkawinan sejenis, dituding gay atau lesbian, divonis kafir.
Benarkah pelangi merupakan simbolisme homoseksual? Setidaknya demikian sejak tahun 1978, di San Francisco, tatkala seorang pelukis bernama Gilbert Baker, mengubah The Purple Flag, "bendera" kaum gay, menjadi lebih berwarna.

Namun apakah benar mereka yang mengubah foto profil itu adalah benar seperti yang dituduhkan? Mungkin benar. Mungkin juga tidak. Mungkin mereka sekadar iseng atau benar-benar tidak tahu dan memasangnya melulu karena suka.
Sampai di sini perkaranya saya kira menjadi lebih sederhana. Anda yang merasa tools pelangi itu merupakan kampanye Facebookuntuk mendukung kebijakan pernikahan sejenis, ya, tidak usah digunakan. Anggap saja tak ada.
Tapi apabila dengan itu Anda meyakini Mark Zuckerberg seorang gay dan Anda akan masuk neraka karena mengikutinya, silakan keluar dari Facebook. Memang sesederhana itu, tidak perlu ribut-ribut, nyolot dan ngotot yang pada akhirnya hanya akan mempermalukan diri sendiri.
Bagaimana jika pemerintah kita mengekor jejak Amerika Serikat, Belanda, Belgia, Perancis dan belasan negara lain yang sudah melegalkan perkawinan homoseksual? Saya akan ikut bersama orang-orang yang turun ke jalan untuk menolaknya. Saya, sekali lagi, memang tidak dalam kapasitas melaknat.
Saya tidak punya hak melarang seorang laki-laki atau perempuan saling menyukai dan jatuh cinta dengan sesamanya. Silakan memadu kasih. Tapi ketika Anda sekalian ingin meresmikan hubungan, perkaranya jadi berbeda. Lakukan di tempat lain. Jangan di sini!
Sorry to say. Dalam perkara ini, saya memang tidak ingin bersikap netral.



Sumber :

KOTAK KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...