Sahabat
dunia islam, musim haji 2015 sudah datang, tepatnya Sejak 21 Agustus
2015 calon jamaah haji (calhaj) Indonesia mulai diberangkatkan ke Tanah
Suci. Mereka dalam Islam dinilai sebagai orang-orang terpilih yang
memiliki kesempatan menjadi Tamu Allah di rumah-Nya.
Mereka adalah orang-orang yang beruntung karena termasuk salah seorang
dari 186.800 calhaj Indonesia yang tahun ini berhak menyandang predikat
tamu Allah. Maka, bersyukurlah.
Bentuk syukur yang selayaknya dilakukan
bukan sekadar mengundang keluarga besar, handai tolan dan sebagainya
dalam rangka kenduri keberangkatan (bagi Anda yang melaksanakannya).
Tetapi, jauh lebih penting mempersiapakan diri menjadi tamu Allah yang
paham akan etika/adab saat berada di Tanah Suci selama musim haji.
Boleh jadi, jamaah calhaj Indonesia
sudah dibekali dengan hal-hal pokok yang selayaknya dilakukan oleh
mereka sejak keberangkatan ke Tanah Suci hingga kembali ke Tanah Air.
Misalnya, mereka telah diajarkan untuk menjunjung tinggi harkat dan
martabat bangsa dan negara Indonesia selama di Arab Saudi.
Umumnya calhaj Indonesia telah mendapat
bimbingan saat mereka mengikuti manasik di kabupaten/kota masing-masing.
Misalnya, tentang berdoa ketika naik kendaraan, memasuki Kota Mekkah
dan Kota Madinah, memasuki Masjidil Haram, dan saat melihat
Ka’bah/Baitullah. Juga, berdoa ketika memasuki Masjid Nabawi dan
berziarah ke makam Rasulullah SAW dan seterusnya.
Namun, kenyataannya, berdasar pengalaman
musim haji sebelumnya, masih banyak calhaj Indonesia yang seolah-olah
tidak menyadari bahwa dirinya tamu Allah. Hal tersebut boleh jadi karena
mereka belum mendapatkan penjelasan yang memadai saat mengikuti manasik
dan/atau pembimbingan dari KBIH (kelompok bimbingan ibadah haji).
Pertama, banyak jamaah
perempuan yang menempati shaf shalat jamaah laki-laki. Padahal, di
Masjidil Haram sekali pun, sebaiknya jamaah perempuan dan jamaah
laki-laki itu terpisah tempatnya, terutama pada saat shalat berjamaah.
Kedua, banyak jamaah
yang memaksakan diri, dahulu-mendahului saat tawaf dan/atau saat sa’i.
Tidak jarang terjadi desak-desakan dan sikut-sikutan. Lebih jauh, banyak
jamaah yang memaksakan diri untuk mencium Hajar Aswad. Padahal, hukum
menciumnya adalah sunah.
Ketiga, banyak jamaah
dengan seenaknya masuk Masjidil Haram dan Masjid Nabawi tanpa
“mematikan” telepon selularnya. Padahal, di sekitar dua masjid tersebut
sudah ada tulisan berjalan (running text) yang mengingatkan jamaah untuk
“mematikan” telepon selular.
Keempat, banyak jamaah
yang memotret aktivitasnya saat berada di Masjidil Haram dan Masjid
Nabawi. Bahkan, banyak jamaah yang “berani” memotret saat imam sudah
memulai shalat berjamaah.
Sumber :
KOTAK KOMENTAR
|
No comments:
Post a Comment