TALENTA hidup yang dimiliki Pak Dayono (bukan nama sebenarnya) adalah sebagai penjual sate. Dia mangkal di sudut kota. Rumahnya yang megah terletak tak jauh dari rumahku. Saya sering main ke rumahnya untuk bantu-bantu. Dari sinilah saya bisa tahu, bagaimana Pak Dayono bisa sukses sebagai penjual sate sampai sekarang.
Sehabis menikah Pak Dayono mencoba
meninggalkan tempat asalnya dan berusaha hidup merantau bersama
istrinya. Dengan berbekal uang tabungan sewaktu masih bekerja di
Jakarta, Pak Dayono merintis usaha
berjualan sate.
berjualan sate.
Awalnya dia mangkal di pojok
Alun-alun. Namun karena Alun-alun relatif sepi, maka cuma 2-3 orang saja
yang membeli. Lima hari berturut-turut sepi pembeli, semakin menipiskan
modalnya.
Akhirnya diputuskan untuk berjualan
keliling dan hasilnya lumayan, pembeli ramai terutama saat melewati
kompleks perumahan elite, tapi dua hari kemudian, hasilnya ngedrop lagi.
Sepi pembeli.
Hari ke-4 semangat berdagang mulai
turun drastis, karena dorongan istrinya, dia berangkat juga berdagang.
Benar juga dugaannya, sudah jauh perjalanannya tak satu sunduk pun
satenya dibeli orang.
Dengan langkah yang lemas, ia terus
berjalan mendorong gerobak satenya. Setelah sampai di sebuah tikungan
dia lalu memasuki berjalan lurus. Dalam perjalanan dia melihat
kanan-kiri terdapat deretan rumah-rumah tua. Menurut cerita, pada zaman
Belanda rumah-rumah itu adalah rumah dinas para pejabat tinggi.
MALAM semakin larut, Pak Dayono
terus berjalan, pikirannya melayang memikirkan nasibnya. Banyak sekali
pertanyaan yang muncul dalam benaknya, wajahnya menampakkan kecemasan.
Tiba-tiba langkahnya terhenti. Kaget karena di belakangnya telah berdiri lelaki tua yang memanggilnya. "Mas! Beli satenya!".
Maka dimundurkannya gerobak sate Pak Dayono.
"Beli sekodi aja ya mas, boleh kan?"
"Okh, tentu saja boleh, Pak!" jawab Pak Dayono.
Sambil mengkipas-kipas, sesekali dia
melirik lelaki tua itu. "Aneh di zaman sekarang masih ada orang memakai
pakaian Jawa lengkap model dalang. Malam-malam lagi," kata Pak Dayono.
Saat sate selesai dibakar, diberi bumbu dan akan dibungkus, lelaki itu berkata: "Sebentar dulu, Mas. Boleh aku makan satu?"
Pak Tua itu mengambil sendiri satu
sunduk sate dan memakannya. Setelah itu dia memberi komentar tentang
sate itu. Lalu memberi resep istimewa. Lalu dia menyodorkan uang 20
ribuan.Saat Pak Dayono akan mengambil
kembaliannya, Pak Tua yang berdiri di depannya raib. Suasana di sekitar
sepi mencekam. Bulu kuduknya berdiri, dia mempercepat dorongan
gerobaknya dan balik ke rumah.
ESOK paginya, dicari uang 20 ribuan
yang tadi malam diberikan Pak Tua berpakaian Jawa itu, tapi tak ada. Di
sakunya hanya ada selembar daun kering. Hal itu meyakinkan dirinya,
bahwa tadi malam dia baru bertemu lelembut. Dicoba diingat-ingat
saran-saran yang diberikan pak tua itu, kemudian terlintas dibenaknya
untuk mencoba saran-saran itu. Dan hasilnya memang jauh lebih enak.
Pertama-tama dia tunjukkan kepada
istri dan tetangga terdekat untuk mencoba dan memberi penilaian. Mereka
sepakat berpendapat, sate Pak Dayono telah mengalami perubahan luar
biasa. Jauh lebih enak. Melalui gethok tular, akhirnya sate Pak Dayono
makin terkenal. Dia berdagang keliling kembali.
Karena dagang kelilingan capai, maka
dia sepakat dengan istrinya untuk membeli sebuah kios. Ketika kiosnya
jalan, dari hari ke hari usahanya tambah maju.
Kini Pak Dayono memiliki 3 kios di
kota yang berbeda. Berkat usaha satenya itulah ia kini telah mampu
menguliahkan 2 orang anaknya, Salah satu anaknya berusia sama denganku.
Alhamdulillah, Pak Dayono beserta istri juga sudah menunaikan ibadah
haji. Saat aku tanya apa saja isi resep rahasia itu, beliau hanya
bilang: "Ada deh. Yang penting halal. Semua itu berkat rahmat Allah SWT.
Amin," katanya mantap.
Sumber :
KOTAK KOMENTAR
|
No comments:
Post a Comment