Monday 19 October 2015

Inikah Fakta-fakta BPJS yang Menipu Rakyat Indonesia?




komentar | baca - tulis komentar

Inikah Fakta-fakta BPJS yang Menipu Rakyat Indonesia?

Netizen media sosial kini ramai-ramai menyoroti program jaminan pemerintah untuk mayarakat, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Salah satunya, belum lama ini, Pendiri Komunitas Blogger Indonesia, Rey Arifin, menulis di blog-nya, tentang tujuh fakta BPJS menipu rakyat Indonesia. Fakta apa saja? berikut ini.
  1. BPJS bukanlah jaminan kesehatan bagi masyarakat.
Banyak masyarakat yang mengira bahwa BPJS adalah jaminan kesehatan dari pemerintah, padahal BPJS itu fungsinya tidak lebih dari asuransi.
BPJS didanai dari uang pribadi masyarakat, dimana masyarakat diminta menyetor sejumlah uang untuk dikumpulkan dan nantinya digunakan untuk biaya pengobatan.
BPJS menggunakan prinsip gotong-royong, seluruh uang yang disetorkan oleh seluruh anggotanya kemudian dihimpun oleh PT.BPJS dimana uang tersebut dialokasikan untuk membiayai pengobatan para anggota yang sedang sakit.
Ya semacam dana sumbangan dari masyarakat yang dikumpulkan secara massive oleh pemerintah dari rakyat untuk membiayai sebagian kecil rakyat yang sedang sakit.
  1. BPJS adalah kamuflase pemerintah untuk menutupi penyelewengan dana subsidi BBM (bahan bakar minyak).
Banyak yang masyarakat yang mengira BPJS didanai dari pengalihan subsidi dari BBM ke bidang kesehatan.
Masyarakat lupa bahwa tiap bulannya mereka menyetor dana minimal Rp 25.000,-/bulan.
Peserta BPJS ditaksir kini mencapai 168 juta orang.
Jadi dana BPJS yang dihimpun dari masyarakat oleh pemerintah mencapai lebih dari Rp.4,2Triliun/bulan atau lebih dari Rp.50,4 Triliun/ tahun.
Itu uang yang dikumpulkan langsung dari masyarakat, bukan dari sektor pajak atau pengalihan subsidi BBM.
  1. BPJS merupakan sebuah BADAN USAHA yang fungsinya sebagai pengeruk keuntungan bagi
Pemerintah, bukannya jaminan kesehatan yang dialokasikan dari dana APBN
Hal ini didasari dari jumlah dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat oleh pemerintah yang totalnya lebih dari Rp.50,4 Trilyun, sementara total klaim yang dibayarkan oleh PT.BPJS selama satu tahun cuma Rp.37 Triliun.
Sedangkan sisa dana BPJS yang mencapai Rp.13,4 Triliun dikemanakan ????
Hmm… Ternyata selama ini PT.BPJS untung banyak lho…
  1. Dengan adanya BPJS, pemerintah sama sekali tidak pernah memberikan jaminan kesehatan gratis kepada masyarakat.
Padahal selama ini pemerintah selalu menyebarkan propaganda bahwa BPJS adalah subsidi kesehatan gratis dari pemerintah.
Padahal pemerintah tidak mengeluarkan biaya sepeserpun untuk BPJS, dan BPJS itu pyur 100 persen dana dari masyarakat.
Jadi bohong kalau pemerintah mengklaim telah memberikan jaminan kesehatan gratis kepada masyarakat.

Tidak bermutu

5. Dengan biaya iuran BPJS sebesar Rp.25.000,-/bulan seharusnya masyarakat memperoleh kualitas pelayanan kesehatan yang maksimum (First Class Service/VIP Class) di RS.
Namun karena PT.BPJS kini didaulat untuk menjadi Badan Usaha yang bertugas memberikan keuntungan sebesar-besarnya terhadap pemerintah, maka tidak heran bila pasien peserta BPJS banyak yang dibatasi penggunaan obatnya di rumah sakit.
BPJS tidak mengcover obat-obatan yang bermutu bagus, alhasil pasien cuma mendapatkan obat-obatan ala kadarnya.

6. BPJS adalah pesan nyata dari Pemerintah yang artinya “Masyarakat miskin tidak boleh sakit”.
Wajar bila kita berpendapat demikian, sebab tidak bisa kita pungkiri bahwa pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS sangat jauh dari kelayakan.
Bayangkan saja bila pasien tidak ada uang untuk menebus resep obat yang tidak di-cover oleh BPJS, mungkin bukan malah jadi sehat, pasien justru cuma bisa pasrah menahan sakit.
Apakah ini yang disebut dengan JAMINAN KESEHATAN..???

7. BPJS adalah bentuk pengingkaran terhadap UUD 1945 Perubahan, Pasal 34 ayat 2 yang menyebutkan bahwa negara wajib memberikan jaminan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia.

BPJS Haram?

Banyak netizen yang menyebar tulisan Rey Arifin, tersebut. Termasuk situs media, nahimungkar.com.
Bahkan media online tersebut memasang gambar meme: BPJS Kesehatan HARAM.
Meme tersebut diposting tanpa disertai penjelasan maksud BPJS kesehatan distempel HARAM.
BPJS Kesehatan

BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) merupakan Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyatIndonesia,
terutama untuk Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya ataupun rakyat biasa.

BPJS Kesehatan bersama BPJS Ketenagakerjaan (dahulu bernama Jamsostek) merupakan program pemerintah dalam kesatuan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diresmikan pada tanggal 31 Desember 2013.
Untuk BPJS Kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi sejak 1 Juli 2014.

BPJS Kesehatan sebelumnya bernama Askes (Asuransi Kesehatan), yang dikelola oleh PT Askes Indonesia (Persero), namun sesuai UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS, PT. Askes Indonesia berubah menjadi BPJS Kesehatan sejak tanggal 1 Januari 2014.

3 Jahitan Ditagih Rp 31 Juta
Beberapa bulan lalu, Isran (35), peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, kaget saat disodori tagihan oleh petugas administrasi keuangan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan. Total tagihan itu Rp 31 juta.

Pasien BPJS ini telah dirawat selama tiga hari di kelas 1 B rumah sakit tersebut. Akibat kecelakaan lalu lintas, kaki kanan luka ringan, robek, tiga jahitan.

Melihat total tagihan rumah sakit yang sangat besar dan tidak masuk akal ini, Isran yang ditemani saudaranya langsung meminta kepada petugas bagian administrasi keuangan rincian biayanya.
Namun pihak petugas administrasi keuangan hanya bilang rincian biaya masih direkap. Setelah ditunggu selama seminggu atau tepat Jumat (8/5/2015) barulah rincian biaya itu didapatkan.
Di total tagihan itu hanya mencantumkan total biaya saja. Pasien BPJS kelas 1 B Rp 31 juta. Dan pasien BPJS kelas 3 total biaya Rp 22 juta.

"Saya malah disuruh membayar Rp 31 juta, yah saya kaget sekali kok biayanya besar sekali dan tidak masuk akal. Setelah kami protes barulah diberitahu kalau kami hanya membayar selisih Rp 9 juta," ucapnya.
Warga Jalan Mulawarman RT 42 menceritakan kronologi kejadian hingga bisa dirawat di RSUD Tarakan. Kamis 30 April lalu Isran kecelakaan karena ditabrak pengendara motor. Akibatnya, kaki kanan luka ringan, seperti disebutkan di atas.

Ketika di Unit Gawat Darurat Darurat (IGD) RSUD tersebut, luka Isran dibersihkan kemudian dijahit dengan tiga jahitan.

Setelah dijahit, Isran pun dirawat inap di kelas 3 sesuai dengan kepesertaan BPJS-nya yang merupakan peserta kelas 3.

Namun untuk mendapatkan kenyamanan di rumah sakit, ternyata Isran ingin pindah di kelas 1.Saat ditanya kira-kira selisihnya berapa kalau pindah kelas I, perawat hanya bilang selisihnya tidak terlalu mahal, karena bayar selisih kamar dan beberapa obat saja.

"Mendengar penjelasan dari dokter ini, akhirnya saya setuju pindah kelas 1. Setelah dua hari dirawat di kelas 1, Sabtu (2/5/2015), saya keluar dari rumah sakit, karena dokternya juga bilang tidak apa-apa, karena ini hanya luka ringan saja.

Tapi waktu saya mau keluar dari rumah sakit kami ingin membayar berapa biayanya, menurut petugas belum ada, jadi saya disuruh datang Senin (4/5/2015) karena Minggu (3/5/2015) tidak mungkin dilakukan pembayaran karena petugas administrasi libur," ucapnya.

Akhirnya Senin, Isran bersama saudaranya datang ke rumah sakit, lagi-lagi petugas administrasi keuangan bilang kuitansi biayanya belum ada. Sehingga Selasa 5 Mei, Isran pun balik lagi ke rumah sakit dan barulah Isran diberikan kuitansi tagihan biaya sebesar Rp 31 juta.

Aturan Baru BPJS Ketenagakerjaan
Biro Humas Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) melalui, setkab.go.id, pada 20 Agustus 2015, menyampaikan cara baru mencairkan Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan, berlaku mulai 1 September 2015. Berikut ini.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) M. Hanif Dakhiri mengumumkan, terhitung mulai 1 September 2015, para pekerja yang menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, yang berhenti bekerja atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) bisa mencairkan Jaminan Hari Tua (JHT) sesuai besaran saldo dicairkan sesuai besaran saldo.
“JHT tersebut juga bisa dicairkan bagi Pekerja yang meninggal dunia dan Pekerja yang sudah mencapai usia 56 tahun, serta Pekerja yang mengalami cacat tetap,” kata Menaker saat mengumumkan revisi (perubahan) aturan soal pencairan JHT terdapat  dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Jaminan Hari Tua di kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Jakarta, Kamis ( 20/8).

PP 46 Tahun 2015 tentang JHT tersebut telah resmi direvisi dengan diterbitkannya PP Nomor 60 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua.

Sebagai peraturan turunan atas PP No 60 Tahun 2015 itu, Menaker juga menerbitkan  Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

“Perubahan peraturan ini  dilakukan untuk mengakomodir kondisi ketenagakerjaan nasional dan aspirasi yang berkembang  di masyarakat  khususnya yang terkait dengan pengaturan manfaat Jaminan Hari Tua bagi pekerja/buruh,” kata Hanif mengenai alasan penerbitan revisi PP No. 46 Tahun 2015 itu.

Hanif mengatakan konten dari aturan baru ini sama dengan apa yang menjadi aspirasi dari para pekerja selama ini. Intinya adalah bahwa para pekerja yang terkena PHK atau berhenti bekerja mereka bisa mencairkan JHT  1 bulan setelah mereka terkena PHK atau berhenti bekerja.
“Itu substansi paling mendasar dari PP 60/2015 yang merupakan PP revisi PP 46/2015,” kata Hanif.

Menaker juga menjelaskan dalam  PP 60 Tahun 2015 yang merupakan revisi dari  PP 46 Tahun 2015 dijelaskan soal pengaturan pencairan manfaat JHT bagi pekerja/buruh yang mencapai usia pensiun, mengalami cacat total tetap, dan meninggal dunia termasuk yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) atau berhenti bekerja.

“Adapun bagaimana tata cara dan pembayaran manfaat Jaminan  Hari Tua diatur lebih lanjut secara detail dengan Peraturan Menteri Nomor 19 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua,” kata Hanif.

Menurut Menaker, penerbitan Permen No 19 itu merupakan amanat dari Pasal 26 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua.

Subtansi dalam peraturan baru mengenai tata cara pencairan JHT ini,  kata Hanif, antara lain mengatur mengenai persyaratan bagi peserta yang akan mengambil manfaat JHT adalah apabila Peserta yang berhenti bekerja karena mengundurkan diri, terkena pemutusan hubungan kerja dan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

Hanif menjelaskan, pemberian manfaat JHT bagi Peserta yang mengundurkan diri dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan diterbitkan.

Bagi para pekerja yang ingin mengambil manfaat kerena mengundurkan diri harus  dengan melampirkan persyaratan asli kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan; surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan tempat Peserta bekerja; dan fotokopi kartu tanda penduduk dan kartu keluarga yang masih berlaku.

Hanif menambahkan manfaat JHT bagi peserta terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dapat dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu 1 bulan terhitung sejak tanggal (PHK).

Sedangkan bagi pekerja yang akan mengambil manfaat JHT dengan alasan peserta yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, menurut Hanif, dibayarkan secara tunai dan sekaligus dengan melampirkan persyaratan surat pernyataan tidak bekerja lagi di Indonesia; fotokopi paspor dan fotokopi visa bagi tenaga kerja Warga Negara Indonesia.

Menurut Hanif, pencairan manfaat JHT dapat juga diambil selama peserta aktif dengan catatan masa kepesertaan minimal sepuluh tahun dan manfaat JHT dapat diberikan paling banyak 30% dari jumlah  JHT yang peruntukannya untuk kepemilikan rumah atau paling banyak 10% untuk keperluan lain.

“Jadi pencairan manfaat JHT dapat juga diambil selama Pekerja aktif bekerja. Dengan catatan masa kepesertaan minimal 10 tahun dan manfaat dapat diberikan paling banyak 30% dari jumlah JHT, yang diperuntukkan guna kepemilikan rumah. Atau paling banyak 10% untuk keperluan lain,” papar Hanif.





Sumber :

KOTAK KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...