Istimewa
Peneliti juga menguji bagaimana kecenderungan penciuman perempuan secara seksual berubah, dengan cara meminta responden perempuan mencium kaus yang dikenakan relawan pria selama dua malam berturut-turut. Untuk itu, relawan dilarang memakai sabun atau deterjen beraroma wangi. Mereka juga tidak diperkenakan minum alkohol, merokok, mengonsumsi bawang putih, bawang bombai, keju, dan makanan lain yang beraroma tajam.
Pada skala satu sampai sepuluh, kaum perempuan menilai aroma tubuh para pria tersebut memberi kesan menyenangkan dan seksi. Perempuan yang berada pada puncak masa subur menganggap aroma kaus tersebut terasa paling seksi ketika tingkat testosteron terdeteksi paling tinggi. Namun para peneliti menganggap bahwa kaitan antara tingkat testosteron dan daya tarik pria harus diteliti lebih lanjut. Psikolog Wood Wendy dari University of Southern California (tidak terlibat dalam penelitian ini), menyatakan bahwa penelitian ini kontroversial, karena studi yang dilakukan sangat tidak konsisten.
"Hanya sedikit penelitian yang menunjukkan bahwa siklus menstruasi perempuan memengaruhi kecenderungan pilihan mereka terhadap kaum pria," jelasnya. "Ada lebih banyak penelitian yang menunjukkan siklus menstruasi tidak memengaruhi pilihan mereka tentang pria." Aroma tubuh pria dapat disebabkan oleh androstenol, yaitu senyawa kimia yang lebih banyak diproduksi oleh pria daripada wanita. Menurut para peneliti, kadar testosteron dapat dikaitkan dengan produksi molekul-molekul androstenol. Dugaan mereka, para perempuan mungkin mampu menangkap aroma yang ringan ini.
Belum ada kepastian apakah senyawa kimia ini merupakan tanda-tanda maskulinitas pada pria, atau hanya merupakan produk sampingan mereka. Kesimpulannya, semuanya masih belum jelas.
KOTAK KOMENTAR
|
No comments:
Post a Comment