Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Suasana maksiat masih sangat terasa di bulan ramadhan. Tidak hanya di lingkungan, termasuk diri kita sendiri, untuk menghindari maksiat, terasa masih sangat susah. Sementara NabiShallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa ketika datang Ramadhan, setan-setan dibelenggu.
Apakah berarti hadis ini sudah tidak berlaku?
Atau hadisnya tidak benar?
Tentu saja, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak bohong. Beliau as-Shadiq(orang yang benar) dan al-Mashduq (wajib dibenarkan).
Hadisnya juga shahih. Riwayat Bukhari Muslim.
Di mana sisi masalahnya?
Ketika kita menghadapi hadis shahih, namun ada hal yang mengganjal sehingga masih kita pertanyakan, maka kedepankan pernyataan ini,
اتهم رأيك، اتهم نفسك
“Salahkan akalmu… salahkan dirimu”
Doktrin diri kita, al-Quran itu benar, hadis itu benar, Rasul itu benar, hadis itu tidak ada cacatnya. Selanjutnya, ini semua karena keterbatasan saya dalam memahaminya. Ini karena ketidaktahuan saya.
Husnudzan (berprasangka baik-red) kepada hadis, dan suudzan (berprasangka buruk-red) kepada diri sendiri.
Sebelumnya, kita simak hadisnya:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
“Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan dibelenggu.” (HR. Bukhari no. 1899 dan Muslim no. 1079).
Dalam lafazh lain disebutkan,
إِذَا كَانَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الرَّحْمَةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتِ الشَّيَاطِينُ
“Jika masuk bulan Ramadhan, pintu-pintu rahmat dibukan, pintu-pintu Jahannam ditutup dan setan-setan pun diikat dengan rantai.” (HR. Bukhari no. 3277 dan Muslim no. 1079).
Selanjutnya, kita kembali ke pertanyaan di atas.
Mengapa masih ada maksiat, jika setan telah dibelenggu?
Ada beberapa pendekatan yang disampaikan ulama dalam memahami kasus ini,
Pertama, sumber maksiat tidak hanya setan. Karena hawa nafsu manusia di sana berperan.
Keterangan disampaikan Imam as-Sindi dalam Hasyiyah-nya (catatan) untuk sunan an-Nasai. Beliau mengatakan,
ولا ينافيه وقوع المعاصي، إذ يكفي وجود المعاصي شرارة النفس وخبائثها، ولا يلزم أن تكون كل معصية بواسطة شيطان، وإلا لكان لكل شيطان شيطان ويتسلسل، وأيضاً معلوم أنه ما سبق إبليس شيطان آخر، فمعصيته ما كانت إلا من قبل نفسه، والله تعالى أعلم
Hadis ‘setan dibelenggu’ tidak berarti meniadakan segala bentuk maksiat. Karena bisa saja maksiat itu muncul disebabkan pengaruh jiwa yang buruk dan jahat. Dan timbulnya maksiat, tidak selalu berasal dari setan. Jika semua berasal dari setan, berarti ada setan yang mengganggu setan (setannya setan), dan seterusnya bersambung. Sementara kita tahu, tidak ada setan yang mendahului maksiat Iblis. Sehingga maksiat Iblis murni dari dirinya. Allahu a’lam.
(Hasyiyah Sunan an-Nasai, as-Sindi, 4/126).
Kedua, setan dibelenggu tapi dia masih bisa mengganggu. Hanya saja, dia tidak sebebas ketika dilepas. Karena makhluk yang dibelenggu hanya terikat bagian tangan dan lehernya. Sementara kakinya, lidahnya masih bisa berkarya.
Kita simak keterangan Imam al-Baji – ulama
Apakah berarti hadis ini sudah tidak berlaku?
Atau hadisnya tidak benar?
Tentu saja, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak bohong. Beliau as-Shadiq(orang yang benar) dan al-Mashduq (wajib dibenarkan).
Hadisnya juga shahih. Riwayat Bukhari Muslim.
Di mana sisi masalahnya?
Ketika kita menghadapi hadis shahih, namun ada hal yang mengganjal sehingga masih kita pertanyakan, maka kedepankan pernyataan ini,
اتهم رأيك، اتهم نفسك
“Salahkan akalmu… salahkan dirimu”
Doktrin diri kita, al-Quran itu benar, hadis itu benar, Rasul itu benar, hadis itu tidak ada cacatnya. Selanjutnya, ini semua karena keterbatasan saya dalam memahaminya. Ini karena ketidaktahuan saya.
Husnudzan (berprasangka baik-red) kepada hadis, dan suudzan (berprasangka buruk-red) kepada diri sendiri.
Sebelumnya, kita simak hadisnya:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
إِذَا جَاءَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ
“Apabila Ramadhan tiba, pintu surga dibuka, pintu neraka ditutup, dan setan dibelenggu.” (HR. Bukhari no. 1899 dan Muslim no. 1079).
Dalam lafazh lain disebutkan,
إِذَا كَانَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الرَّحْمَةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتِ الشَّيَاطِينُ
“Jika masuk bulan Ramadhan, pintu-pintu rahmat dibukan, pintu-pintu Jahannam ditutup dan setan-setan pun diikat dengan rantai.” (HR. Bukhari no. 3277 dan Muslim no. 1079).
Selanjutnya, kita kembali ke pertanyaan di atas.
Mengapa masih ada maksiat, jika setan telah dibelenggu?
Ada beberapa pendekatan yang disampaikan ulama dalam memahami kasus ini,
Pertama, sumber maksiat tidak hanya setan. Karena hawa nafsu manusia di sana berperan.
Keterangan disampaikan Imam as-Sindi dalam Hasyiyah-nya (catatan) untuk sunan an-Nasai. Beliau mengatakan,
ولا ينافيه وقوع المعاصي، إذ يكفي وجود المعاصي شرارة النفس وخبائثها، ولا يلزم أن تكون كل معصية بواسطة شيطان، وإلا لكان لكل شيطان شيطان ويتسلسل، وأيضاً معلوم أنه ما سبق إبليس شيطان آخر، فمعصيته ما كانت إلا من قبل نفسه، والله تعالى أعلم
Hadis ‘setan dibelenggu’ tidak berarti meniadakan segala bentuk maksiat. Karena bisa saja maksiat itu muncul disebabkan pengaruh jiwa yang buruk dan jahat. Dan timbulnya maksiat, tidak selalu berasal dari setan. Jika semua berasal dari setan, berarti ada setan yang mengganggu setan (setannya setan), dan seterusnya bersambung. Sementara kita tahu, tidak ada setan yang mendahului maksiat Iblis. Sehingga maksiat Iblis murni dari dirinya. Allahu a’lam.
(Hasyiyah Sunan an-Nasai, as-Sindi, 4/126).
Kedua, setan dibelenggu tapi dia masih bisa mengganggu. Hanya saja, dia tidak sebebas ketika dilepas. Karena makhluk yang dibelenggu hanya terikat bagian tangan dan lehernya. Sementara kakinya, lidahnya masih bisa berkarya.
Kita simak keterangan Imam al-Baji – ulama
Malikiyah – dalam Syarh Muwatha’,
قوله وصفدت الشياطين يحتمل أن يريد به أنها تصفد حقيقة، فتمتنع من بعض الأفعال التي لا تطيقها إلا مع الانطلاق، وليس في ذلك دليل على امتناع تصرفها جملة، لأن المصفد هو المغلول العنق إلى اليد يتصرف بالكلام والرأي وكثير من السعي
Sabda beliau, ‘Setan dibelenggu’ bisa dipahami bahwa itu dibelenggu secara hakiki. Sehingga dia terhalangi untuk melakukan beberapa perbuatan yang tidak mampu dia lakukan kecuali dalam kondisi bebas. Dan hadis ini bukan dalil bahwa setan terhalangi untuk mengganggu sama sekali. Karena orang yang dibelenggu, dia hanya terikat dari leher sampai tangan. Dia masih bisa bicara, membisikkan ide maksiat, atau banyak gangguan lainnya.
Ketiga, sejatinya setan tidak dibelenggu secara hakiki. Sifatnya hanya kiasan. Mengingat keberkahan bulan ramadhan, dan banyaknya ampunan Allah untuk para hamba-Nya selama ramadhan. Sehingga setan seperti terbelenggu.
Masih kita lanjutkan keterangan al-Baji,
ويحتمل أن هذا الشهر لبركته وثواب الأعمال فيه وغفران الذنوب تكون الشياطين فيه كالمصفدة، لأن سعيها لا يؤثر، وإغواءها لا يضر…
Bisa juga kita maknai, bahwa mengingat bulan ini bulan pernuh berkah, penuh pahala amal, banyak ampunan dosa, menyebab setan seperti terbelenggu selama ramadhan. Karena upaya dia menggoda tidak berefek, dan upaya dia menyesatkan tidak membahayakan manusia… (al-Muntaqa Syarh al-Muwatha’, al-Baji, 2/75)
Keempat, yang dibelenggu tidak semua setan. Tapi hanya setan kelas kakap (maradatul jin). Sementara setan-setan lainnya masih bisa bebas. Terjadi maksiat, disebabkan bisikan setan-setan kelas biasa.
Dalam fatwa syabakah islamiyah dinyatakan,
وقد ذهب بعض أهل العلم إلى أن الذين يصفدون من الشياطين مردتهم، فعلى هذا فقد تقع المعصية بوسوسة من لم يصفد من الشياطين
Sebagian ulama berpendapat bahwa setan yang dibelenggu hanyalah setan kelas kakap. Berdasarkan pendapat ini, adanya maksiat, disebabkan bisikan setan yang belum dibelenggu. (Fatwa Syabakah Islamiyah, no. 40990).
Yang lebin penting adalah kita berupaya untuk menghindari maksiat sebisa yang kita lakukan. Agar puasa kita semakin berkualitas.
Allahu a’lam
قوله وصفدت الشياطين يحتمل أن يريد به أنها تصفد حقيقة، فتمتنع من بعض الأفعال التي لا تطيقها إلا مع الانطلاق، وليس في ذلك دليل على امتناع تصرفها جملة، لأن المصفد هو المغلول العنق إلى اليد يتصرف بالكلام والرأي وكثير من السعي
Sabda beliau, ‘Setan dibelenggu’ bisa dipahami bahwa itu dibelenggu secara hakiki. Sehingga dia terhalangi untuk melakukan beberapa perbuatan yang tidak mampu dia lakukan kecuali dalam kondisi bebas. Dan hadis ini bukan dalil bahwa setan terhalangi untuk mengganggu sama sekali. Karena orang yang dibelenggu, dia hanya terikat dari leher sampai tangan. Dia masih bisa bicara, membisikkan ide maksiat, atau banyak gangguan lainnya.
Ketiga, sejatinya setan tidak dibelenggu secara hakiki. Sifatnya hanya kiasan. Mengingat keberkahan bulan ramadhan, dan banyaknya ampunan Allah untuk para hamba-Nya selama ramadhan. Sehingga setan seperti terbelenggu.
Masih kita lanjutkan keterangan al-Baji,
ويحتمل أن هذا الشهر لبركته وثواب الأعمال فيه وغفران الذنوب تكون الشياطين فيه كالمصفدة، لأن سعيها لا يؤثر، وإغواءها لا يضر…
Bisa juga kita maknai, bahwa mengingat bulan ini bulan pernuh berkah, penuh pahala amal, banyak ampunan dosa, menyebab setan seperti terbelenggu selama ramadhan. Karena upaya dia menggoda tidak berefek, dan upaya dia menyesatkan tidak membahayakan manusia… (al-Muntaqa Syarh al-Muwatha’, al-Baji, 2/75)
Keempat, yang dibelenggu tidak semua setan. Tapi hanya setan kelas kakap (maradatul jin). Sementara setan-setan lainnya masih bisa bebas. Terjadi maksiat, disebabkan bisikan setan-setan kelas biasa.
Dalam fatwa syabakah islamiyah dinyatakan,
وقد ذهب بعض أهل العلم إلى أن الذين يصفدون من الشياطين مردتهم، فعلى هذا فقد تقع المعصية بوسوسة من لم يصفد من الشياطين
Sebagian ulama berpendapat bahwa setan yang dibelenggu hanyalah setan kelas kakap. Berdasarkan pendapat ini, adanya maksiat, disebabkan bisikan setan yang belum dibelenggu. (Fatwa Syabakah Islamiyah, no. 40990).
Yang lebin penting adalah kita berupaya untuk menghindari maksiat sebisa yang kita lakukan. Agar puasa kita semakin berkualitas.
Allahu a’lam
KOTAK KOMENTAR
|
No comments:
Post a Comment