MI instan saat ini semakin familiar disantap, baik sebagai hidangan utama maupun camilan. Alasannya karena makanan ini mudah dan praktis disajikan, selain harganya yang murah.
Namun di balik kemudahan tersebut, mi instan sebaiknya tidak terlalu sering disajikan, terutama pada anak-anak karena kandungan nutrisinya yang kurang.
Anak-anak yang terbiasa makan mi instan akan mengalami kesulitan dalam penyerapan nutrisi dan makanan lain, yang sebenarnya sangat mereka butuhkan.
Mi instan tinggi kandungan karbohidrat yang meningkatkan kadar gula pada tubuh; namun tidak mengandung protein dan mineral yang diperlukan dalam masa tumbuh kembang anak.
Dalam jangka panjang, konsumsi mi instan akan mempengaruhi metabolisme tubuh. Hal ini disebabkan akumulasi pewarna makanan, zat adiktif, serta pengawet di dalamnya. Misalnya bahan anti-beku pada mi, propylene glycol, yang dapat terserap tubuh dan terakumulasi di jantung, hati dan ginjal.
Penelitian terbaru oleh tim dari Baylor Heart and Vascular Hospital, di Texas, AS, seperti dilansir Dailymail, menyebutkan makan hidangan mi 2-3 kali seminggu, menyebabkan seseorang mengalami sindrom kardiometabolik.
Hal ini, pada gilirannya, meningkatkan kemungkinan seseorang terkena penyakit jantung dan kondisi lain, seperti diabetes dan stroke.
Penelitian tersebut difokuskan terutama pada Korea Selatan, negara dengan tingkat konsumsi mi instan tertinggi di dunia.
Dalam beberapa tahun terakhir, Korea Selatan telah mengalami peningkatan pesat dalam masalah kesehatan, khususnya penyakit jantung, dan semakin banyak orang dewasa kelebihan berat badan, kata Dr Hyun Joon Shin, pemimpin studi.
"Penelitian ini penting karena banyak orang yang mengkonsumsi mi instan tanpa mengetahui kemungkinan risikonya pada kesehatan," katanya. Penelitian ini dipublikasikan dalam The Journal of Nutrition.
KOTAK KOMENTAR
|
No comments:
Post a Comment